Cerpen  

Sepatu

Aku mematut diriku di depan cermin, setelah dirasa sudah cantik aku bergegas turun kebawah untuk menemui sahabatku. Kami berencana akan pergi ke mall untuk menonton film.

Sudah lama rasanya aku tidak bertemu dengan sahabatku itu, dikarenakan ia yang berkuliah ke luar kota. Kami sudah berteman sejak sekolah dasar, walaupun kami terpisah jarak namun komunikasi kami tetap terjalin dengan baik.

“Risa, kangen banget,” ujar ku dan langsung memeluk nya dengan erat

“Aku juga, kamu gimana kabarnya ? ” Ujar risa sembari membalas pelukan ku dengan tak kalah erat juga.

“Seperti yang kamu lihat, aku sangat senang karena akhirnya kita bisa bertemu kembali. Hei, kenapa kau terlihat kurusan dan pucat, apakah kau sakit ?”

“Tidak, sepertinya ini efek lelah karena perjalanan jauh saja. Lebih baik kita pergi sekarang sebelum nanti telat.”

“Oke, let’s go!!”

Setelah kami menonton, kami memutuskan untuk berjalan-jalan. Akhirnya kami memutuskan untuk memasuki toko sepatu.

“Lun, ayo cepat pilih sepatu yang kamu suka. Aku yang akan membelikan mu, hitung-hitung sebagai kado ulang tahun bulan depan,” ujar risa dengan menggebu.

“Hei, kenapa harus dari sekarang? Kenapa tidak menunggu bulan depan saja, memangnya dirimu akan kemana bulan depan ?”

“Aku hanya takut bulan depan sibuk dan tak sempat untuk mengirimkan kado, makanya aku memberinya dari sekarang.”

Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku ke sepatu berwarna cream, yang juga atas saran dari risa hingga aku memilih sepatu tersebut. Hari itu kami habiskan untuk bermain dan bercerita banyak hal, karena keesokan harinya risa sudah harus kembali ke kota ia menimba ilmu.

Tak terasa hari ulangtahun ku pun tiba, hari itu aku menerima banyak sekali ucapan dan kado dari orang-orang terdekatku. Namun sampai malam menjelang aku tetap tidak menerima pesan apa pun dari Risa. Aneh, biasanya ia orang pertama yang akan selalu semangat untuk memberi ucapan padaku.

Hari pun berlalu, setelah dua hari setelah hari ulang tahunku, aku baru mendapatkan pesan dari Risa. Yang isinya ia mengucapkan selamat ulang tahun dan meminta maaf karena telat untuk memberikan ucapan kepadaku, ia beralasan sedang sibuk hingga tak sempat memegang handphone. Aku memakluminya dan memutuskan untuk menelpon ny, namun panggilan itu ditolak karena ia beralasan bahwa ia sedang banyak tugas.

Pada suatu hari saat pulang kuliah aku melewati rumah Risa, betapa terkejutnya aku ketika melihat sangat ramai orang dan ada bendera berwarna putih di halaman rumah Risa. Aku pun langsung berlari masuk dan terkejut ketika melihat di tengah-tengah ruangan tubuh Risa sahabatku telah kaku dan tertutupi oleh kain.

“Tante apa yang terjadi pada Risa?” Aku langsung menangis dan memeluk tubuh tante Andini yang terlihat sudah sangat lemas.

“Lun, ikhlasin Risa yaa. Risa sudah tidak merasakan sakit lagi sekarang.” Ujar Tante Andini dan kembali menangis.

Pemakaman hari itu berjalan sangat khidmat, jujur aku masih merasakan hal ini seperti mimpi. di saat aku ingin berpamitan kepada ibu Rusa, beliau memberikan ku surat yang katanya dari Risa.

Aku bergegas pulang dan membuka surat tersebut, di mana di dalam surat tersebut Risa menuliskan

“Lun terimakasih ya sudah mau menjadi sahabatku selama ini, kalau nanti kamu membaca surat ini berarti aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Jangan menangis ya lun, karena jujur sebenarnya aku senang karena sudah tidak perlu merasakan sakit lagi. Maaf karena aku tidak pernah menceritakan penyakitku padamu, aku di vonis mengidap penyakit leukemia dan aku pun baru mengetahui nya beberapa bulan sebelum hari ulang tahun mu. yang dimana penyakitku itu sudah di stadium akhir.

Oh Iya lun, simpan dan jaga baik-baik sepatu pemberian ku itu ya! Aku sengaja memberikan mu sepatu supaya kamu akan selalu ingat dan merasa bahwa aku selalu berjalan bersama mu. Jangan terlalu lama sedih ya lun.”

Salam sayang  sahabat mu Risa.

Aku kembali menangis dan memeluk surat tersebut. Terimakasih Risa aku tak akan pernah melupakanmu.*