PERJALANAN MENUJU SEKOLAH

Karya : Aldi Saprianta Sitepu NPM : 23044032 Program Study : Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia STKIP BUDIDAYA BINJAI

PERJALANAN MENUJU SEKOLAH

Pagi itu, cuaca amat cerah sinar surya menampaar jendela kaca kamarku cahayanya menepis pelupuk mata hingga memaksaku untuk membukanya. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 06.00.

Perlahan berdiri menuju kamar mandi, kulihat ibu sedang menyiapkan perbekalan yang akan aku bawa ke sekolah.

Selesai mandi dan mempersiapkan diri, tidak lupa berpamitan dengan ibu, bapak dan adik, sembari meminta doa agar diberi keselamatan serta kelancaran hingga kembali ke rumah. Terakhir kuucapkan salam setelah mencium kedua tangan mereka.

Aku menuju rumah Dicky seorang teman baikku yang telah berbagi sejuta kisah denganku sejak kecil. Jarak antara rumahku dan rumahnya hanya puluhan meter, kulihat dia telah siap dan kami pun berangkat bersama dengan berjalan kaki.

Sedangkan jarak rumahku dengan sekolah hanya sekitar 200 meter, tapi karena beberapa hari terakhir turun hujan yang amat deras, jalanan, dan trotoar dipenuhi genangan air dan becek sehingga perjalanan sedikit terhambat karena harus berhati-hati.

Benar saja. Di tengah perjalanan, mobil angkutan umum melintas dan berpapasan dengan kami. Tiba-tiba mobil tersebut melindas genangan air yang letaknya antara kami dan mobil. Posisiku yang mengarah ke jalan akhirnya menjadi korban lindasan air dan membasahi seragamku sebelah kanan.

Sontak aku dan Dicky kaget, kulihat jam menunjukkan pukul 06.45, artinya tidak lama lagi bel masuk kelas akan berbunyi sehingga tidak memungkinkan kembali ke rumah untuk mengganti seragam. Aku sedih, begitu juga dengan Dicky saat melihatku.

Namun, tiba-tiba saja, Dicky mengeluarkan selembar kain dari dalam tasnya, dan memberikannya kepadaku.

“Nah, kau pakai kain ini aja buat lap-in baju mu, gapapa , pakai aja, biar bajumu kering dan bersih lagi,” ujar Dicky dengan senyumnya.

Akhirnya kain tersebut aku pakai, hingga bersihlah seragamku, tapi kain yang diberikan Dicky menjadi kotor. Aku merasa sangat bersalah dan benar-benar memberatkan dia.

Apalagi kain bersih tersebut akan digunakan untuk menutupi mulutnya karena ternyata dia dalam keadaan batuk .

“Makasih banyak ya, Dik” kamu memang teman terbaik yang pernah aku kenal, aku gak bakal ngelupain semua kebaikanmu. Semoga kita tetap bersahabat sampai kapan pun,” ujarku sambil menatapnya.

“Udahlah Al, kau sahabat baikku dari kecil, kita telah melalui semuanya bersamaan, gak mungkin aku biarin kau ke sekolah dengan pakaian kotor seperti tadi.

Setelah selesai mengobrol, aku dan Dicky melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati lagi.*