Majelis Kebudayaan Deli Serdang (MKDS), yang didirikan dengan tujuan luhur melestarikan dan merawat budaya lokal, justru menghadapi tantangan besar sejak kelahirannya.
Diresmikan melalui Surat Keputusan Bupati Ashari Tambunan Nomor 429 Tahun 2021 pada tanggal 31 Desember 2021, lembaga ini terkesan diabaikan.Dengan segala legalitas yang dimiliki, MKDS seolah menjadi lembaga “tanpa daya” di tengah hiruk-pikuk pembangunan Kabupaten Deli Serdang.
Tak Berdaya
Peresmian MKDS dilakukan oleh Wakil Bupati HMA Yusuf Siregar di Museum Daerah, bersamaan dengan agenda lain yang digelar Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Budporapar). Namun, setelah seremoni tersebut, perjalanan MKDS tampak tidak mulus. Hingga kini, lembaga ini beroperasi tanpa dukungan anggaran yang memadai maupun sekretariat yang layak.
Ketua II MKDS, Drs. Jenda Bangun mengungkapkan keheranannya atas sikap Pemkab Deli Serdang terhadap lembaga yang mereka dirikan sendiri. “Legalitasnya jelas, tetapi kenapa tidak ada langkah konkret untuk mendukung keberlangsungan MKDS?” ujarnya.
Kondisi ini memaksa pengurus MKDS bekerja tanpa fasilitas dasar. Mereka terpaksa berpindah-pindah tempat untuk mengadakan rapat, mulai dari Ampi Teater, museum daerah, hingga lokasi kuliner. Bahkan, ada momen di mana mereka menggunakan kafe tempat pencucian kendaraan untuk berdiskusi. Ironisnya, ketika mereka menggunakan salah satu ruangan di lokasi kuliner, petugas dinas justru meminta mereka untuk mengosongkannya tanpa memberikan alternatif tempat lain.
Dedikasi
Meskipun dalam keterbatasan, semangat para pengurus MKDS tetap terlihat. Mereka terus berkoordinasi dengan Kabid Kebudayaan Dinas Budporapar, Afry Deliansyah Nasution, untuk memastikan program kerja, teknis administrasi, serta AD/ART lembaga tetap berjalan. Namun, respons dari pemerintah daerah terhadap kebutuhan dasar MKDS, seperti sekretariat dan anggaran, masih nihil.
“Jangan-jangan lembaga budaya ini memang sengaja dibiarkan seperti ini. Atau mungkin pemerintah hanya membutuhkan MKDS untuk mendukung acara budaya seremonial saja,” kata Jenda Bangun penuh keprihatinan.
Peran MKDS
Sebagai lembaga yang diharapkan menjadi mitra strategis pemerintah, MKDS memiliki peran vital dalam melestarikan warisan budaya Kabupaten Deli Serdang yang kaya. Tanpa dukungan nyata dari Pemkab, fungsi ini tentu sulit dijalankan. Jenda Bangun menegaskan, dukungan anggaran dan fasilitas sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan misi budaya ini.
Dalam konteks Pilkada 2024-2029, perjalanan MKDS menjadi refleksi penting tentang prioritas pemerintah daerah terhadap budaya. Hingga kini, para pengurus masih berharap adanya titik terang dari Pemkab. Akhir September 2024, mereka bahkan telah menyampaikan permohonan resmi kepada penjabat bupati agar dapat bertemu. Namun, hingga November 2024, tak ada respons, bahkan sepatah kata pun.
Budaya yang Terpinggirkan?
Kisah perjalanan MKDS menimbulkan pertanyaan besar: Apakah lembaga budaya tidak lagi menjadi prioritas pemerintah? Ataukah ada alasan tersembunyi di balik ketidakpedulian ini?
Lembaga yang lahir dengan semangat besar ini kini berjuang dalam kevakuman. Catatan perjalanan MKDS mungkin menjadi cermin bahwa lembaga budaya ini masih belum dianggap sebagai aset penting di Kabupaten Deli Serdang.
Memilih Pemimpin yang Peduli Budaya
Di tengah dinamika politik jelang Pilkada, masyarakat Deli Serdang dihadapkan pada pilihan penting: memilih pemimpin yang benar-benar peduli terhadap pelestarian budaya. Lembaga seperti MKDS seharusnya menjadi prioritas, bukan hanya untuk menjaga warisan leluhur, tetapi juga untuk memperkuat identitas daerah di tengah arus modernisasi.
Akankah budaya terus terabaikan, atau justru menjadi pilar pembangunan yang diutamakan? Jawabannya ada di tangan pemimpin yang akan datang, serta pilihan masyarakat pada pesta demokrasi 27 Nopember 2024. Usul saya, pilihlah yang menghargai kebudayaan.(*)