Aksara Bumi Tenggelam
Pertiwi amerta dalam eskalasi keindahannya
merenggut diksi pada ikrar Nusantara
Saya kelimpungan mencari aksara untuk
penghormatan, namun balasannya tetap tidak
mendapat seikat mawar merah
Saya menjadi teja di cakrawala membuat sinar
indurasmi pada kemenangan yang tak juga diakui
tetap sendu nan teduh ataukah jalang yang ada di
otak patriarki itu ?
Tuan pernah melihat canting yang diisi darahmu ?
Saya tentu dapat menjadi temaran gelap malam
Dan seindah senjakala. Saya jengah setengah mati
kepada Tuan yang membelakangi tanpa berdalih
sejajar antara kekuasaan dan harga diri katanya
Bukankah Tuang juga lahir dari Ibu pertiwi ?
Saya pertiwi yang mencari kepulangan sedalam
Lautan, berharap Tuan merubah sudut pandang.
Pada keseluruhan yang tidak gamang, saya ingin
Didengar dan dilihat. Tuan bisa menjadi sejalan
dengan nirwana bumi yang fana ini.