Batam, MWT — Aktivitas reklamasi berskala besar di kawasan mangrove Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, semakin mengkhawatirkan. Penimbunan lahan oleh perusahaan properti di dua titik lokasi terbukti merusak ekosistem mangrove, memutus alur sungai estuari, dan mengganggu mata pencaharian masyarakat pesisir.
Pantauan lapangan memperlihatkan hutan mangrove di Piayu Laut telah habis akibat penimbunan. Material tanah yang digunakan diduga berasal dari pengerukan area sekitar lokasi reklamasi, memperlihatkan skala kerusakan yang masif. Aktivitas lain yang tidak tampak dari jalan utama turut berdampak besar terhadap warga pesisir.
Komisi I DPRD Kota Batam melakukan sidak pada 12 November 2025 di Kampung Setengar, lokasi yang ditimbun oleh PT Ginoski. Perusahaan ini telah meratakan belasan hektare area bakau, termasuk dua alur sungai estuari: Sungai Sabi dan Sungai Perbat.
Akar Bhumi Indonesia yang melakukan verifikasi pada 15 November 2025 menemukan 2–3 hektare mangrove telah ditimbun dan 8–10 hektare lahan diratakan. Temuan mereka menunjukkan dugaan pelanggaran terhadap berbagai regulasi lingkungan, termasuk UU 32/2009, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir, hingga PP 27/2025 tentang Ekosistem Mangrove. Lokasi reklamasi juga berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Sei Beduk II.
Warga Kampung Setengar merasakan dampak langsung. Hasil tangkapan ikan menurun drastis akibat pendangkalan, air keruh, serta rusaknya habitat ikan, kepiting, dan udang. Nelayan mengaku perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi dan kompensasi hanya diberikan dalam jumlah kecil.
“Susah mencari ikan sekarang karena airnya keruh. Kelong kami pun tak ada isinya,” ujar Salma, seorang nelayan. Keluhan serupa datang dari Jaelani yang menyebut pendapatan kini tidak menutupi kebutuhan harian.
Putra, pemuda setempat, menambahkan bahwa sekitar 12 kelong rusak akibat sungai ditimbun. Selain itu, padang lamun dan terumbu karang ikut terdampak. “Penimbunan membuat laut rusak. Padahal karang itu tempat ikan berkembang,” tegasnya.
Pegiat mangrove Yadi dari Rumpun Bakau Indah menyesalkan kerusakan area tanam yang mereka rehabilitasi sejak 2022. Sedimentasi dari penimbunan merusak bibit mangrove dan mengancam kawasan hutan lindung.
Ia meminta pemerintah bertindak tegas jika kegiatan ini terbukti memasuki kawasan lindung serta memastikan pemulihan menyeluruh atas mangrove yang hilang. (Zul)
