Berita  

Prabowo Dan Panglima Besar Gagak Hitam Minta Hentikan Aktifitas Cut and Fill Pulau Pial Layang

Batam, MWT- Proyek reklamasi dan cut and fill berskala besar di Pulau Pial Layang oleh PT Citra Buana Prakarsa diduga memicu konflik dengan masyarakat adat Suku Laut.

Aktivitas proyek ini juga diduga merusak ekosistem mangrove dan lingkungan laut serta darat yang jadi sumber kehidupan ratusan kepala keluarga.

Warga Suku Laut dan tokoh adat menuntut agar pihak pengembang dan pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto, ikut turun tangan menyelesaikan masalah.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)  juga mendesak penghentian kerusakan mangrove dan mendukung warga untuk melakukan perlawanan jika Forkopimda tidak segera bertindak.

Ketua RW suku laut, Muchtar, menegaskan pentingnya penghormatan terhadap budaya dan adat istiadat Suku Laut oleh PT Citra Buana Prakarsa.

“Konflik ini belum ada solusi konkret dan dikhawatirkan Pulau Pial Layang akan terus menjadi “sandera” adat dan budaya Suku Laut tanpa penyelesaian yang adil,”ujar Ketua RW Muchtar kepada Republikbersuara.com. Senin (11/8/2025) malam

Muchtar menegaskan, kasus ini merupakan ketegangan antara proyek pembangunan/rekayasa lingkungan dengan hak-hak masyarakat adat dan pelestarian lingkungan.

“Keterlibatan pemerintah pusat khususnya Presiden Prabowo Subianto sangat diharapkan agar terjadi dialog inklusif dan solusi yang menghormati hak adat sekaligus mengelola pembangunan berkelanjutan,”pungkasnya

Panglima

Sebelumnya, Panglima Besar Pasukan Adat Gagak Hitam, Udin Pelor mengecam keras aktivitas reklamasi dan cut and fill (pengurukan dan perataan lahan) yang diduga dilakukan secara masif di Pulau Pial Layang, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam.

Ia menyebutkan, proyek tersebut diduga kuat milik PT Citra Buana Prakarsa, yang belakangan ini ramai diperbincangkan karena aktivitas pengurukan besar-besaran di kawasan pulau kecil yang masih alami tersebut. Ia mempertanyakan legalitas proyek tersebut serta dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat setempat.

Menurutnya, proyek reklamasi dan cut and fill tersebut tidak hanya berisiko merusak ekosistem laut dan pesisir, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup Suku Laut yang telah lama mendiami dan menggantungkan hidup dari laut di sekitar Pulau Pial Layang.

“Pulau ini bukan hanya tanah kosong yang bisa seenaknya diubah jadi kawasan bisnis. Di sana ada Suku Laut yang telah hidup turun-temurun, menjaga laut, menggantungkan hidup dari hasil tangkapan, dan hidup selaras dengan alam. Reklamasi ini bisa menghancurkan semua itu,” ujar Udin Pelor, kepada posmetrobatam.co.id, Jum’at (4/7/2025).

Udin Pelor menilai, pembangunan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan hanya akan menimbulkan konflik serta ketidakadilan bagi masyarakat lokal. Ia juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat, terutama komunitas Suku Laut, dalam setiap proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada wilayah mereka.

“Kami minta pemerintah dan instansi terkait, untuk segera menghentikan aktivitas tersebut dan melakukan investigasi menyeluruh. Jangan biarkan pulau-pulau kecil di Batam dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak,” tegasnya.

Ia juga membuka opsi untuk menggalang dukungan dari komunitas adat, pencinta lingkungan, dan akademisi untuk menghentikan proyek tersebut jika terbukti merusak lingkungan dan mengabaikan hak masyarakat lokal.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT Citra Buana Prakarsa maupun instansi pemerintah terkait atas dugaan keterlibatan dalam proyek reklamasi di Pulau Pial Layang. (tim/zul)