Berita  

KPK Batal Periksa Kajari Mandailing Natal  

Jakarta, MWT – Pemberantasan Korupsi batal memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Mandailing Natal, Muhamamd Iqbal dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jalan Provinsi Sumatera Utara. Alasannya karena KPK masih berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

“Saat ini masih dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak kejaksaan dan berlangsung baik,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 21 Juli 2025.

Sebagaimana dikutip dari Tempo.Co, Iqbal rencananya akan diperiksa di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan kota Medan pada Jumat, 18 Juli 2025. Selain Iqbal, KPK juga memanggil Gomgoman Halomoan Simbolon yang menjabat sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Mandailing Natal.

“Jika dibutuhkan keterangan lebih lanjut akan dilakukan pemeriksaan, dilakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan. Karena kemarin belum jadi dilakukan pemeriksaan,” kata dia. KPK mengatakan sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) ihwal izin untuk melakukan pemeriksaan saksi tersebut.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, RES, Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, HEL ; Direktur Utama PT DNG, KIR  serta Direktur PT RN, RAY.

KPK mengatakan perusahan swasta milik Akhirun dan Ray menyiapkan uang sebanyak Rp 2 miliar sebagai suap agar menjadi penyedia proyek tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa. Proyek yang dimaksud berupa pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara.

“Kemungkinan besar uang Rp 2 miliar ini akan dibagikan kepada pihak-pihak tertentu di mana pihak swasta ini berharap untuk memperoleh proyek berkait dengan pembangunan jalan,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Proyek pertama berada di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, meliputi pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar. Proyek kedua berada di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, yakni meliputi preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025. “Dengan adanya proyek jalan tersebut senilai Rp 231,8 miliar, maka kami memutuskan ini karena sudah ada pergerakan uang,” kata Asep.

Asep menjelaskan bahwa Akhirun dan Rayhan memberikan sejumlah uang kepada Rasuli Efendi Siregar, melalui transfer rekening. Rasuli berperan memastikan Akhirun ditunjuk sebagai rekanan atau penyedia proyek tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai. Tindakan Rasuli tersebut dilakukan atas perintah TOPG. Proses ini berlangsung sejak April, dan proyek pembangunan jalan tersebut rencananya akan dilelang pada Juni 2025.

Akhirun kemudian meminta stafnya untuk berkoordinasi dengan Rasuli dan tim dari UPTD guna menyiapkan berbagai kebutuhan teknis terkait proses e-catalog. Setelah itu, Akhirun bersama Rasuli dan staf UPTD mengatur sedemikian rupa agar PT DNG bisa memenangkan proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel. Sementara untuk proyek lainnya, mereka sepakat agar penayangannya diberi jeda sekitar satu minggu agar tidak menimbulkan kecurigaan. “Selain itu juga diduga terdapat penerimaan lainnya oleh Topan dari Akhirun dan Rayhan melalui perantara,” kata dia.

Sementara itu, untuk proyek kedua yang merupakan pembangunan jalan di Satker Wilayah I PJN Sumut, perusahaan milik Akhirun dan Rayhan telah mendapatkan pekerjaan. Asep menjelaskan, Heliyanto dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen di Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara menerima uang sebesar Rp 120 juta dari Akhirun dan Rayhan. Penerimaan uang itu berlangsung dalam periode Maret 2024 hingga Juni 2025. Sebagai imbalannya, Heliyanto diduga telah mengatur proses e-catalog sehingga PT DNG dan PT RN terpilih sebagai pelaksana proyek tersebut.(Tmp)