Berita  

Frans : Gelar Perkara Petani 2022 Ditersangkakan 2024

Fransmini Ora Rudini, SH,. MH

Ketapang, MWT – Perjuangan ahli waris Paulus Bayer (47) dan keluarganya Kelvin Kesawara (25), Agustinus (41) dan Samuel Saka (23) menuntut pengembalian lahan warisan seluas 40 hektar yang diduga digarap diluar izin HGU  PTPTS di Dusun Dara Monjan, Desa Merimbang Jaya Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang Kalimantan ditetapkan sebagai tersangka pada (5/4/2024)/

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Majelis Adat Dayak Kalbar Fransmini Ora Rudini, SH,. MH  mengatakan kliennya langsung ditahan Polres Ketapang.

Fransmini Ora Rudini menyampaikan bahwa apa yang dilakukan kliennya merupakan upaya mempertahankan tanah warisan turun temurun seluas 40 hektar yang pada awalnya merupakan kebun buah durian, kelapa, langsat dan mentawak yang digarap oleh PT. PTS di luar HGU perusahaan.

Menurutnya, kasus tersebut terjadi tahun 2022 dan sudah ditangani Polres Ketapang. Hingga dilakukan gelar perkara, tidak ada masalah dalam menguasai serta mengelola kembali lahan tersebut selama kurang lebih 2 tahun.

“ Herannya pada bulan April 2024 kliennya Paulus Bayer di panggil dan diperiksa kembali dengan kasus yang sama dua tahun yang lalu. Kemudian satu keluarga ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, “  ujarnya.

Disebutnya, ada pihak lain, termasuk oknm petinggi desa juga menguasai tanaman perkebunan sawit di luar HGU  tapi tidak diperasalahkan. Ini sangat tidak adil dalam proses penegakan hukum,” ungkap Frans.

Frans menegaskan penanaman kelapa sawit di luar HGU merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian Negara .

Ia sangat menyayangkan keputusan penyidik dan Reskrim Polres Ketapang atas penetapan tersangka Paulus Bayer beserta 3 orang keluarganya. Penetapan tersangka seharusnya tidak bisa dilakukan karena tidak cukup bukti untuk ditersangkakan sehingga kami menilai bahwa penetapan tersangka tersebut terkesan dipaksakan.

Kalau memang hal tersebut berdasarkan atas keterangan dari para saksi dan ahli pihak- pihak dinas terkait, kenapa baru sekarang muncul, kenapa tidak dari dulu. Bulan Desember 2022, sudah digelar tapi tidak cukup bukti untuk ditersangkakan. Klien kami sangat kooperatif dalam kasus ini.

Kalau lahan yang disengketakan merupakan lahan di luar HGU maka otomatis pengusaha yang melakukan penanaman di luar HGU merupakan pelanggar hukum. Ada kerugian negara atas perbuatan tersebut.

“ Kenapa negara tidak hadir untuk menertibkan lebih dulu oknum-oknum pengusaha yang telah melakukan pelanggaran hukum tersebut,” katanya.

Kasus ini bergulir bukan satu hari dua hari, bahkan penyelidikan sudah dilakukan mulai dari tingkat kecamatan oleh Polsek Sandai.

Kalaupun penyidik mendapatkan bukti baru dalam hal ini katanya sudah ada IUP terhadap lahan 40 hektare tersebut, ini sangat aneh karena lahan di luar HGU itu ratusan hektare, jadi yang lainnya tidak punya IUP dong ?

Aneh juga kalau sawit tersebut ditanam tanpa IUP sejak belasan tahun lalu. Kemudian tanggal 1 April 2024 terbitlah IUP diatas lahan 40 hektare tersebut. Pertanyaannya adalah apakah IUP tersebut dapat berlaku surut. Undang-undang saja tidak bisa berlaku surut, apalagi hanya IUP,” tutur Frans.

Kita harus menjunjung tinggi azas Equality Before The Law, dalam kasus ini kami merasa bahwa klien kami telah dikriminalisasi dan kami menantang penyidik untuk bisa segera mentersangkakan oknum pengusaha beserta oknum Kades setempat dan beberapa orang lainnya tutup Fransmini Ora Rudini (Jajir)