Batam, MWT – Kegiatan cut and fill (pemotongan dan penimbunan lahan) tanpa izin resmi di wilayah Nongsa, Kota Batam, menjadi sorotan publik. Aktivitas ini diduga kuat dilakukan tanpa dokumen lingkungan yang wajib, seperti UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan), UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan), maupun SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan). Saat ini, kegiatan ilegal tersebut makin masif dan sulit dikendalikan.
Pantauan media, Selasa, (27/5/ 2025) di kawasan perbukitan Simpang Pete, yang berdekatan dengan Markas Polda Kepulauan Riau terlihat alat berat beroperasi siang hingga malam. Lahan yang digarap diduga kuat berada di zona hutan dan perbukitan.
Berdasarkan keterangan warga setempat, aktivitas ini diperkirakan berada di bawah kendali seorang berinisial S. “Itu punya Pak S**GK*l. Ada yang di tepi jalan dan ada juga yang di dalam area bukit,” ujar salah satu warga Nongsa Sambau yang meminta namanya tidak disebutkan.
Risiko Hukum
Kegiatan cut and fill tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan:
- Pasal 107: Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.
- Pasal 108: Jika terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan serius, ancaman hukuman naik menjadi penjara hingga 10 tahun dan denda sampai Rp 10 miliar.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pelanggaran terhadap rencana tata ruang juga dapat dikenai sanksi tegas.
Adapun kegiatan pemotongan lahan seperti ini wajib dilengkapi sejumlah dokumen legal, antara lain:
- Izin Lokasi
- Izin Lingkungan
- Izin Konstruksi
- Dokumen AMDAL
- Rencana Pemotongan Lahan
- Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
- Dokumen UKL, UPL, dan SPPL
Dampak Lingkungan
Kegiatan ilegal ini sudah mulai menimbulkan kerusakan nyata di lapangan. Terdapat tanda-tanda awal longsor serta retakan tanah di perbukitan. Warga sekitar juga mengeluhkan kerusakan jalan akses pertanian akibat lalu-lalang alat berat yang tidak terkendali.
Situasi ini menimbulkan keresahan dan potensi kerugian bagi masyarakat lokal, yang menggantungkan hidup dari hasil kebun dan pertanian di wilayah tersebut.
Seruan Tindakan Tegas
Dengan maraknya aktivitas ilegal ini, kami menyerukan agar pihak-pihak berwenang segera bertindak. Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), BP Batam, serta aparat penegak hukum — khususnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepri — diminta untuk segera melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap aktivitas cut and fill ilegal yang terjadi di Nongsa.
Upaya penegakan hukum dan penyelamatan lingkungan harus menjadi prioritas demi menjaga keberlanjutan kawasan hutan dan perbukitan Nongsa, serta melindungi hak-hak masyarakat setempat.(Zul)