Di tepian pantai Dangas Kelurahan Tanjung Pinggir Kecamatan Sekupang, Batam Kepulauan Riau, suasana tidak begitu ramai, tiga kapal kecil jenis pompong tampak berlabuh agak menjauh dari garis daratan.
Dari kejauhan, bentuknya seperti titik-titik gelap yang bergerak pelan mengikuti alun gelombang. Kapal-kapal itu milik Bang Atan, lelaki yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya dari satu komoditas yang tak pernah kehilangan peminat — air bersih.
Namun, bisnis air yang dijalani Bang Atan bukanlah bisnis biasa. Ia bekerja di atas laut, mengangkut air dari sumber terpencil yang berada di sebuah lahan tak ramai penghuni.
Sumber itu memiliki mata air melimpah, mengalir dari balik semak dan bebatuan tanpa ada yang benar-benar tahu sejak kapan ia muncul. Yang jelas, bagi warga sekitar, sumber itu telah menjadi berkah.
Perjalanan Solar
Untuk menggerakkan mesin penyedot air dan mesin kapal, Bang Atan sama sekali tidak menggunakan solar subsidi. “Kami beli solar biasa,” ujarnya kepada awarga yang sering bertanya.
Harganya pun tidak murah—sekitar Rp14.000 per liter. Sesekali ia mendapatkan pasokan solar sebanyak 10 jeriken dari SPBU terdekat. Jeriken-jeriken itu kemudian diangkut ke kapal menggunakan perahu kecil sebelum dipindahkan ke tiga unit kapal pengangkut air miliknya.
Transportasi solar itu sendiri bukan pekerjaan ringan. Ombak bisa tiba-tiba berubah, kapal kecil bisa goyah sewaktu-waktu. Namun, bagi Bang Atan dan anak buahnya, risiko itu sudah menjadi bagian dari rutinitas.
Sumber Air
Air yang dijual Bang Atan berasal dari lahan yang sepi penghuni. Dari situlah pipa- pipa berawal, memanjang hingga ke kapal pompong bersandar. Saat mesin penyedot dinyalakan, suara dengungnya terdengar di seluruh kawasan. Air yang terkumpul langsung dialirkan ke perut kapal, memenuhi ruang-ruang kosong hingga mencapai 100 ton dalam satu kali angkut.
Air itu bukan untuk diminum. Anak buah kapal biasanya memanfaatkannya untuk kebutuhan dasar: mandi, mencuci, dan keperluan toilet. Warga kapal tertentu yang tinggal sementara di laut menjadikan layanan Bang Atan sebagai penolong sehari-hari.
Bisnis
Yang unik dari bisnis ini, transaksi tidak selalu dilakukan dengan uang. Kadang anak buah kapal memilih barter air dengan solar, terutama ketika harga bahan bakar sedang tidak stabil. Solar yang mereka kumpulkan akan digunakan kembali untuk operasional mesin kapal—membentuk siklus ekonomi kecil yang bertahan di balik kesederhanaan.
Hubungan antara penjual dan pembeli pun tidak selalu formal. Mereka lebih sering saling mengenal satu sama lain, ketika membutuhkan air, orang-orang hanya tinggal menghubungi Bang Atan lewat telepon atau pesan singkat. Tidak ada aplikasi pemesanan, tidak ada sistem pembayaran digital, namun bisnis tetap berjalan lancar.
Banyak Tangan
Di balik layar, usaha ini menampung sejumlah pekerja. Ada yang mengurus penyedotan air, ada yang mengatur kapal, ada pula yang bertanggung jawab terhadap distribusi solar. Mereka semua bekerja hampir tanpa jeda, terutama ketika musim kering tiba dan permintaan melonjak tajam.
Bang Atan tidak bekerja sendirian. Ia mengakui banyak mendapat dukungan dari Ahmad Santoso, pemilik lahan tempat mata air berada. Namun yang menarik, Ahmad Santoso sendiri mengaku tidak pernah ikut campur langsung dalam bisnis air itu.
Baginya, apa yang dilakukan Bang Atan dan rekan-rekannya sudah cukup berarti. Aktivitas pengangkutan air setiap hari secara tidak langsung ikut menjaga lahannya dari ancaman perusakan dan upaya penguasaan lahan yang kerap terjadi di daerah terpencil.
“Biarlah mereka memanfaatkan air itu. Yang penting lahannya tidak diganggu orang,” ujar Ahmad kepada media ini.
Soal Perizinan
Ketika bicara soal legalitas, Bang Atan hanya menggeleng pelan. Ia mengaku tidak sepenuhnya memahami proses perizinan usaha seperti yang disyaratkan pemerintah. Yang ia tahu, kegiatannya berada di bawah payung organisasi Sukopindo, dari mana ia merasa memperoleh perlindungan sosial dan moral. Namun apakah itu cukup di mata hukum, ia sendiri tidak yakin.
Meski begitu, hingga kini tidak ada pihak yang secara resmi menghentikan aktivitasnya. Para konsumen pun terus membutuhkan air. Dan selama permintaan ada, kapal-kapal pompong itu akan terus mengantar air ke kapal – kapal yang sedang lego jangkar. Lebih cepat daripada infrastruktur pemerintah yang kerap kali membutuhkan proses panjang.
Ekonomi Pesisir
Bisnis Bang Atan adalah gambaran kecil ekonomi informal yang menopang banyak keluarga. Tidak sempurna, tidak sepenuhnya legal, namun nyata. Setiap gelombang yang mengangkat kapal – kapal itu adalah detak napas dari sebuah sistem ekonomi mandiri yang diciptakan karena kebutuhan dan bertahan karena kepercayaan.
Di antara riak air laut yang biru kehijauan, kapal-kapal Bang Atan tetap siaga—mengangkut air dari sumber yang sunyi, mendistribusikannya kepada anak buah kapal yang membutuhkan, sambil menjaga batas tipis antara penghidupan dan risiko. Dan selama mata air itu terus mengalir, bisnis ini akan tetap menjadi denyut hidup. (M Zulkifli)
