Labuhanbatu, MWT – Puluhan tahun bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) di Perkebunan PT Cisadane Sawit Raya Negeri Lama, Sania (49), disuruh mengosongkan (“diusir”) dari rumah dinas karyawan yang ditempati bersama anak – anaknya.
Perintah pengosongan rumah dinas itu disampaikan Supervisor Kebun PT Cisadane Sawit Raya Negeri Lama, Wahyu kepada Sania atas perintah Manajer dan RC PT Cisadane Sawit Raya Negeri Lama Rabu, (18/09/2024).
“Saya dipanggil ke kantor dan diminta menemui Pak Wahyu selaku supervisor. Pak Wahyu mengatakan kepada saya segera mengosongkan rumah dinas yang saya tempati bersama anak – anak saya,”kata Sania kepada awak media ini di Negeri Lama. Kamis, (19/09/2024).
Janda beranak 3 ini yang ditinggal mati suaminya bukan tak rela disuruh keluar dari rumah dinas karyawan, tetapi waktu yang diberikan oleh perusahaan dalam tempo 3 hari untuk mengosongkan rumah dinas itu.
“Dibilang saya dah lama menempati rumah dinas itu, lah saya saja bekerja dari gadis, menikah dan beranak 3 hingga menjadi janda, hingga saat ini masih bekerja sebagai BHL di PT Cisadane. Lebih lama mana dengan rumah dinas yang saya tempati ,”ungkap Sania.
Ia memberanikan diri meminta waktu 1 bulan karena rumah yang dibangun di Dusun Sei Rambe, Desa Sei Siarti belum selesai. Namun permohonan itu ditolak oleh Wahyu.
“Kalau 1 bulan kelamaan bu, rumah itu mau ditempati oleh karyawan yang lain, lagi pula ibu kan sudah lama menempati rumah itu, 3 hari kami beri waktu rumah itu harus sudah dikosongkan ,” ujar Saniah menirukan ucapan Wahyu.
Sania menuturkan, ia mulai menempati rumah dinas itu sejak tahun 2013 bersama almarhum suaminya Sukardi yang merupakan karyawan tetap disana.
Pada tahun 2020, suaminya meninggal dan ia menjadi tulang punggung untuk anak anaknya bekerja sebagai buruh harian lepas di kebun tersebut.
Menurut Sania, ia sudah bekerja di perusahaan perkebunan raksasa itu sejak tahun 1985 hingga tahun 2018 di bagian bibitan. Semasa suaminya masih hidup, Sania juga tetap bekerja di Perkebunan PT Cisadane Sawit Raya meski dirinya tidak diangkat jadi karyawan tetap.
“Saya lama bekerja di bagian bibitan, suami dan saya sama -sama bekerja di PT CSR. Ia meninggal dunia saya tetap bekerja sebagai BHL hingga saat ini,” sebut Sania mengaku saat ini bekerja di bagian office boy di Mess perusahaan.
Cara pimpinan perusahaan menyuruh mengosongkan rumah secara dadakan dan diberi tempo hanya 3 hari menempati, seakan ia bukan pekerja di perusahaan tersebut.
“Dari masa merintis kebun ini, bikin bibitan di emplasemen saya sudah bekerja di situ Pak. Tetapi kok tega caranya mengusir saya dan anak anak saya dengan tenggang waktu 3 hari,” paparnya.
Sania menegaskan, selain bekerja sebagai BHL, almarhum suaminya juga mengangonkan (menggembalakan) lembu milik Joko Wahyu N yang saat ini menjabat sebagai Regional Controller (RC) di PT CSR.
“Dari tahun 2013 almarhum suami saya sudah jadi tukang angon lembu Pak Joko. Saat itu lembunya cuma 4 ekor hingga kini menjadi puluhan ekor, sudah belasan kali bapak itu menjual lembunya. Sedangkan tukang angonnya anak saya,” tuturnya.
“Sampai saat ini saya juga gak tahu gimana hitungannya, karena tak ada penjelasan sistim pembagian lembu itu dari Pak RC (Pak Joko). Kami juga diam, tetapi menyuruh mengkosongkan rumah dalam waktu 3 hari, kok kesannya kami sekeluarga punya masalah besar yang merugikan perusahaan,” timpal Budi anak Sania yang menggembalakan lembu pimpinan tertinggi di kebun itu.
Supervisor PT CSR Wahyu, dikonfirmasi awak media ini via WhatsApp , Kamis (19/09/2024) terkesan enggan memberi balasan meski terlihat sudah contreng 2 biru.
RC PT CSR Joko Wahyu N, dikonfirmasi via WhatsApp, hingga berita ini dikirimkan ke redaksi belum memberikan balasan. (Tomi).