Medan, MWT – Mantan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Langkat masa bakti 2019-2023 diganjar 36 bulan (3 tahun) penjara diikuti Wakil Bendahara I yang selanjutnya menjadi Bendahara Tengku Ananda diganjar 6 tahun penjara. Total hukumannya 9 tahun.
Ketua KONI Kabupaten Langkat Tengku Parìs dan Tengku Ananda adalah bapak dan anak (berkas terpisah). Dalam persidangan di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/9/2025) masing-masing dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut.
Hakim ketua As’ad Lubis didampingi hakim anggota Cipto Hosari Nababan dan Ibnu Kholik dalam amar putusannya menyatakan sependapat dengan JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat M Syakdan Nasution.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa diyakini telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dakwaan subsidair.
Yakni secara berlanjut tanpa hak dan melawan hukum menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, jabatan atau sarana yang ada padanya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait penggunaan Dana Hibah KONI Tahun Anggaran (TA) 2021 hingga 2023 yang mengakibatkan kerugjan keuangan negara mencapai Rp1.415.885.000.
Selain itu, kedua terdakwa dipidana denda masing- masing Rp100 juta subsidair (bila denda tak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
“Hal memberatkan untuk terdakwa Tengku Paris, perbuatan terdakwa tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan tipikor, menghambat kemajuan olahraga di Kabupaten Langkat,” urai As’ad.
Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mendapatkan keuntungan apapun dan berusia lanjut.
Sedangkan untuk Tengku Ananda, hal memberatkan hampir sama ditambahi, tidak dikembalikannya kerugian keuangan negara. Yang meringankan, terdakwa memohon keringanan hukuman.
Uang Pengganti
Oleh karenanya, Tengku Paris tidak dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara.
Sebaliknya, Tengku Ananda dikenakan UP sebesar Rp1.415.885.000. Dengan ketentuan, sambung As’ad, sebulan setelah perkaranya memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang penuntut umum.
Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka dipidana dengan 2 tahun penjara.
Dengan demikian, vonis majelis hakim lebih ringan 6 bulan dari tuntutan JPU. Tengku Paris sebelumnya dituntut 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Sedangkan Tengku Ananda dengan pidana 6 5 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsudair 3 bulan kurungan serta membayar UP sama seperti putusan hakim dengan pidana 3 tahun penjara.
Kedua terdakwa, penasihat hukumnya maupun JPU sama-sama memiliki hak selama 7 hari untuk menentukan sikap. Apakah menerima atau banding atas pusan yang baru dibacakan majelis hakim.
Sementara pada persidangan lalu, dua auditor yakni Mangasa Marbun dan Binsar Sirait dari Kantor Akuntan Publik Ribka Aretha dan Rekan menerangkan, dana hibah di tiga TA tersebut mengalir ke sejumlah pihak. Di antaranya disebut nama Syah Afandin, juga dikenal sebagai Ondim, selaku Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Langkat menggantikan Terbit Rencana Perangin-angin. (rel)